Nilai Satu Nyawa
“Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya” Markus 8:36
Tubuh fisik disebut sebagai rumah bagi jiwa/nyawa. Padahal rumah itu jauh lebih rendah nilainya dibandingkan dengan nyawa orang yang tinggal di dalamnya. Akan tetapi, aduh celaka, dengan kepedihan kita mengamati, begitu biasa bagi manusia untuk menghabiskan semua waktu, perhatian, kekuatan dan kepedulian untuk kehormatan dan peningkatan (kualitas) tubuh, seolah-olah nyawa merupakan sesuatu yang bernilai rendah, menyedihkan, dan sesuatu yang sering harus dikasihani, tidak layak untuk dipikirkan, atau dirawat/dipelihara! Begitulah, tubuh fisik begitu diurus karena khayalan bodoh kita dan bukannya mengurus bagian yang sangat mulia: jiwa/nyawa/roh.
Nilai nyawa manusia dinyatakan oleh besarnya harga yang telah dibayarkan untuknya, yaitu Darah Kristus yang berharga, sehingga jiwa dapat menjadi ahli waris kemuliaan (1 Petrus. 1:18-19). Kita menghargai barang-barang sesuai dengan biaya/harga yang telah dikeluarkan untuknya. Jiwa manusia telah dibayar/dibeli dengan satu harga yang dianggap patut oleh sang Anak dan hikmat Allah sebagai harga penebusannya. Dengan demikian, menyatakan betapa bernilainya jiwa manusia itu! Anda harus mengakui keberhargaannya.
Seandainya seorang pangeran harus turun dari takhtanya, untuk memungut sesuatu dan menaruh di pangkuannya, sesuatu yang telah dilihatnya tergeletak dan terinjak-injak di bawah kaki manusia. Apakah anda berpikir dia akan melakukan hal itu untuk sesuatu yg remeh seperti tapal kuda yang usang, atau sebuah jepitan atau tali sepatu lapuk?
Tidakkah anda akan mengambil kesimpulan bahwa barang yang untuknya sang pangeran telah bersusah payah mengangkatnya tentu merupakan sesuatu yang sangat bernilai bukan? Mengapa? Inilah kasus yang terjadi antara Kristus dan jiwa manusia! Kristus adalah sang Pangeran, dan tatkala Ia duduk di atas takhta-Nya di surga, Ia memandang pada jiwa manusia yang terinjak di bawah kaki hukum Taurat dan di bawah hukuman/kutuk kematian. Apa yang Ia lakukan? Ia telah turun dari takhta-Nya, membungkukkan diri sedemikan rendah sampai ke bumi, dan menyerahkan hidup dan darah-Nya untuk jiwajiwa itu (2 Korintus. 8:9). Apakah Ia telah melakukan ini untuk sesuatu yang remeh/sepele? Tidak, Ia juga tidak melakukan hal ini karena jiwa orang2 berdosa, kecuali karena Ia telah menghargai jiwa-jiwa itu melampaui nilai dari surga dan bumi.
Diterjemahkan dari buku “Voices From The Past” dengan cuplikan karya John Bunyan (1628-1688) , Works, I:112-116
Tubuh fisik disebut sebagai rumah bagi jiwa/nyawa. Padahal rumah itu jauh lebih rendah nilainya dibandingkan dengan nyawa orang yang tinggal di dalamnya. Akan tetapi, aduh celaka, dengan kepedihan kita mengamati, begitu biasa bagi manusia untuk menghabiskan semua waktu, perhatian, kekuatan dan kepedulian untuk kehormatan dan peningkatan (kualitas) tubuh, seolah-olah nyawa merupakan sesuatu yang bernilai rendah, menyedihkan, dan sesuatu yang sering harus dikasihani, tidak layak untuk dipikirkan, atau dirawat/dipelihara! Begitulah, tubuh fisik begitu diurus karena khayalan bodoh kita dan bukannya mengurus bagian yang sangat mulia: jiwa/nyawa/roh.
Nilai nyawa manusia dinyatakan oleh besarnya harga yang telah dibayarkan untuknya, yaitu Darah Kristus yang berharga, sehingga jiwa dapat menjadi ahli waris kemuliaan (1 Petrus. 1:18-19). Kita menghargai barang-barang sesuai dengan biaya/harga yang telah dikeluarkan untuknya. Jiwa manusia telah dibayar/dibeli dengan satu harga yang dianggap patut oleh sang Anak dan hikmat Allah sebagai harga penebusannya. Dengan demikian, menyatakan betapa bernilainya jiwa manusia itu! Anda harus mengakui keberhargaannya.
Seandainya seorang pangeran harus turun dari takhtanya, untuk memungut sesuatu dan menaruh di pangkuannya, sesuatu yang telah dilihatnya tergeletak dan terinjak-injak di bawah kaki manusia. Apakah anda berpikir dia akan melakukan hal itu untuk sesuatu yg remeh seperti tapal kuda yang usang, atau sebuah jepitan atau tali sepatu lapuk?
Tidakkah anda akan mengambil kesimpulan bahwa barang yang untuknya sang pangeran telah bersusah payah mengangkatnya tentu merupakan sesuatu yang sangat bernilai bukan? Mengapa? Inilah kasus yang terjadi antara Kristus dan jiwa manusia! Kristus adalah sang Pangeran, dan tatkala Ia duduk di atas takhta-Nya di surga, Ia memandang pada jiwa manusia yang terinjak di bawah kaki hukum Taurat dan di bawah hukuman/kutuk kematian. Apa yang Ia lakukan? Ia telah turun dari takhta-Nya, membungkukkan diri sedemikan rendah sampai ke bumi, dan menyerahkan hidup dan darah-Nya untuk jiwajiwa itu (2 Korintus. 8:9). Apakah Ia telah melakukan ini untuk sesuatu yang remeh/sepele? Tidak, Ia juga tidak melakukan hal ini karena jiwa orang2 berdosa, kecuali karena Ia telah menghargai jiwa-jiwa itu melampaui nilai dari surga dan bumi.
Diterjemahkan dari buku “Voices From The Past” dengan cuplikan karya John Bunyan (1628-1688) , Works, I:112-116
