Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kemuliaan Allah di Dalam Ciptaan

Kemuliaan Allah di Dalam Ciptaan
“Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya Tuhan itu!” Mazmur 34:9 

Ulangilah ingatan tentang Allah di dalam pengalaman anda sendiri dengan Dia.  Di sana pasti ada cicipan dan pemandangan indah akan kebaikan-Nya.  Hal ini jauh melampaui kapasitas terbesar pengertian alami manusia biasa.  Bukankah banyak dari antara kita telah mengalami kelembutan Allah yang menyukakan terhadap jiwa anda, disertai percikan berkat-berkat rohani yang dikaruniakan-Nya saat anda mencari Dia? Tidakkah anda merasakan teguran-Nya yang halus di dalam hati nurani anda tatkala anda sedang tergelincir menjauh dari-Nya?  Bukankah anda kadang-kadang menemukan tangan yang tidak kelihatan menarik anda naik ke atas kala anda sedang gundah gulana, atau melepaskan anda dari sesuatu yang tidak diharapkan (atas penentuan Tuhan) yg turut campur untuk memberikan anda kelepasan?  Hati kita dengan mudah meyakini bahwa itu sudah tentu bukanlah apa yang disebut sebagai kebetulan.  Anda telah menemukan bahwa Dia sudahlah pasti ‘sang Pemberi yg memberikan upah kepada mereka yang mencari Dia’ dan anda dapat memeteraikan bahwa Ia adalah sama seperti yang dideklarasikan oleh-Nya sendiri di dalam Firman-Nya.   

Sebagaimana orang dikatakan bodoh jika menyangkal keberadaan Allah, demikian juga orang yang tidak mempertuhankan Allah dan tidak beribadah kepada-Nya. Manusia wajib  menyembah Allah karena itu adalah hak-Nya, Ia adalah Pencipta keberadaan kita dan sumber kebahagiaan kita.  Melalui ibadah kita mengakui keilahian-Nya. Kita mungkin saja mengakui keberadaan-Nya, namun kita bisa saja secara praktek menyangkal Dia jika kita mengabaikan penyembahan/ibadah kepada-Nya. 

Mengabaikan ibadah kepadaNya sama bodohnya dengan menyangkal keberadaan-Nya. Orang Yahudi memberikan alasan mengapa manusia diciptakan pada petang hari menjelang hari Sabat: agar manusia dapat memulai hidupnya dengan beribadah kepada Penciptanya.  Begitu manusia menemukan dirinya adalah makhluk ciptaan, tindakan awal yang serius seharusnya adalah beribadah.   Allah menciptakan dunia ini bagi kemuliaan-Nya, dan menciptakan manusia bagi Diri-Nya, sehingga Ia memperoleh kehormatan dari hasil karya-Nya.  Sebab kita hidup dan bergerak di dalam Dia, kita seharusnya hidup dan bergerak mendekati Dia dan hidup bagi Dia saja. Orang yang menyangkal keberadaan Allah pada dasarnya adalah seorang atheis yang menyangkal esensi Allah; orang yang mengabaikan ibadah kepada Allah adalah juga seorang atheis (penyangkal) terhadap kehormatan Allah.  Hal ini merupakan tanda yang buruk bagi seorang tidak beriman yaitu Allah tidak ada di dalam seluruh pikirannya, karena kesenangan/ketentraman apa yang dapat diperoleh tanpa memikirkan Dia secara hormat  dan dengan rasa kesukaan?  Melupakan Allah sama buruknya dengan tidak ada Allah sama sekali dalam hidup kita. 

Diterjemahkan dari buku “Voices From The Past” dengan cuplikan karya Stephen Charnock (1628-1680), The Existence & Attributes of God, pp.65-66